filsafat


Ideologi pendidikan dan filosofi
(Review dua buku William F. `Oneil dan George F. Kneller)
Oleh : Zainur Rofik

Banyak masyarakat yang tidak menyadari bahwa dirinya terlibat dalam dunia pendidikan, mulai dari guru, dosen maupun karyawan yang ada dalam berbagai ruang pekerjaannya. Orang memandang bahwa pendidikan mengandung unsur kebajikan dan merupakan usaha yang sangat mulia. Tapi mereka telah  dikejutkan oleh kritik Paulo Freire dan Ivan Illich ternyata unsur kebajikan yang ada pada dunia pendidikan juga mengandung unsur penindasan. Namun demikian kritik yang ada pada dunia pendidikan justru semakin menambah kedewasaan pendidikan dan memunculkan ijtihad-ijtihad baru dalam menelorkan model pendidikan. Sehingga melahirkan kekayaan baru dalam hal pengalaman lapangan dan mewujudkan aksi kultural maupun transformasi sosial.
Pendidikan formal yang ada pada saat ini juga mengalami kegoncangan besar terkait dengan pertikaian ideologi dan perspektif pendidikan. Tanpa disadari pendidikan formal telah mengalami pergeseran dari model pendidikan yang sama sekali tidak menghiraukan perubahan masyarakat disekelilingnya menuju model pendidikan pembangunan, dimana pendidikan diabadikan untuk memperkuat pembangunan  tanpa dipersoalkan apa hakikat ideologi yang menjadi dasar bagi pembangunan itu sendiri.
Dalam buku ideologi pendidikan  William O`neil ada tiga pendekatan ke filosofi pendidikan:
1.      Sebagai proses aktif berfilosofi pendidikan menggunakan analisis problema atau pendekatan analisis
2.      Sebagai sebuah pendekatan system formal dimana system-sistem mendasar  dalam filosofi- misalnya realisme dan idealisme diterapkan kedalam pendidikan
3.      Dibalik kedok filosofi-filosofi pendidikan yang kurang lebih mengandung warna kedirian orang yang berfilosofi.
Dia juga menjelaskan posisi seorang idealis dalam kaitannya dengan filosofi pendidikan :
1.      Guru diposisikan sebagai pencipta linggkungan pendidikan siswa dan sekaligus sumber ilham bagi siswa
2.      Meniru adalah tanggapan siswa
3.      Ketertarikan siswa merupakan batu pijakan
4.      Jika ingin mencapai tujuan yang maksimal harus banyak memiliki kurikulum
5.      Metode pembelajaran digunakan sedemikian rupa
bahwa filsafat pendidikan merupakan terapan dari filsafat umum, maka dalam membahas filsafat pendidikan akan berangkat dari filsafat. Dalam arti, filsafat pendidikan pada dasarnya menggunakan cara kerja filsafat dan akan menggunakan hasil-hasil dari filsafat, yaitu berupa hasil pemikiran manusia tentang relaitas pengetahuan dan nilai. Mengenai keterkaitan antara pendidikan dengan sudut pandang filosofis adalah persoalan melacak pola yang relative jelas dan langsung mencerminkan hubungan antara berbagai perbedaan fundamental di wilayah etika serta filosofi politik disatu sisi dan berbagai perbedaan ideologi pendidikan disisi lain. Ada tiga pola keterkaitan yang berlangsung antara posisi dasar dalam etika sosial serta teori pendidikan:
1.      Keterkaitan logis
2.      Keterkaitan psikologis
3.      Keterkaitan sosial
Filasafat pendidikan meskipun memiliki makna yang praktis bila diletakkan pada jajaran ilmu-ilmu filsafat namun tidak demikian bila ditinjau dari hal pendidikan. Maka ketika ditinjau dari pendidikan akan menghasilkan hakikat pendidikan pula.
Ideologi  Pendidikan dan Nilai
Seluruh dari pendekatan terhadap filosofi pendidikan memiliki kelebihan masing-masing. Penekatan filosofi pendidikan mempunyai keuntungan yakni bisa menyajikan model pendekatan-pendekatan pendidikan mendasar yang tertata dan teroganisir. Williem O`neil mengatakan bahwa pendekatan filosofi pendidikan punya kelebihan karena ia mampu berangkat dari awalan praktis filosofi pendidikan dimana ia dilahirkan dari etika sosial, walaupun di mulai dengan langkah mundur kebelakang kewilayah prinsip pertama filosofi gagasan-gagasan mendasar metafisis, epistemologis dan aksiologis memang penting artinya untuk menentukan tujuan-tujuan pendidikan.
George F. Keneller berpendapat: teori dan praktek pendidikan mengisyaratkan ide tentang sifat dasar manusia dan hakikat dari kenyataan yang pada akhirnya merupakan ciri khas dari filsafat. Pendidikan tidak hanya mengisyaratkan metafisis tetapi juga mengisyaratkan ide atau pemikiran tentang hakikat dari pengetahuan dan hakikat nilai. Pengetahuan merupakan kumpulan prinsip-prinsip yang sangat penting bagi pendidik. Pendidik terutama diasyikan dengan perkembangan intelektual dari siswanya. satu hal yang paling penting adalah dalam epistemologi adalah adanya perbedaan tipe dari pengetahuan. Berikut ini akan dijelaskan tentang jenis-jenis pengetahuan yang meliputi ; pengetahuan wahyu, pengetahuan intuisi, pengetahuan rasional, pengetahuan empiris, pengetahuan otoritas.
George F. Kneller juga mengemukakan bahwa ada tiga modus dalam mempeajari hubungan filsafat dengan pendidikan: spekulatif, preskriptif dan analisis. Spekulatif berarti pemikiran yang sistematis terhadap apa saja yang baik, baik abstrak maupun konkrit, modus preskriptif tercipta standar untuk menmpelajari adanya peranan nilai bagi pendidikan. Modus analisis ini berkenaan dengan kata-kata dan perilaku. Semua aliran filsafat ini memuat dan berbicara seputar hal ini. Dia juga meyebutkan nilai selalu ada di dalam pendidikan, terlibat disetiap aspek dari praktek sekolah, dasar bagi semua pengambilan pilihan dan dalam mengambil keputusan. Menggunakan nilai, guru mengevaluasi murid dan murid mengevalusi guru, masyarakat mengevaluasi kursus-kursus pendidikan, progam-progam sekolah dan kemampuan mengajar dan masyarakat itu sendiri dievaluasi oleh pendidik. Studi umum tentang nilai dikenal dengan istilah “axiology” yang konsen dalam tiga pertanyaan utama, 1). Apakah nilai itu subjektif atau objektif, personal atau impersonal. 2). Apakah nilai itu berubah atau tetap. 3). Apakah ada hirarki dalam nilai.:
  1. Nilai objektif adalah nilai-nilai yang berada dalam kebenaran yang sebenarnya tanpa memperhatikan unsur-unsur kemanusiaan. Seperti nilai kebaikan, kebenaran dan keindahan yang merupakan kenyataan yang alami (cosmic). Sedangkan nilai subjektif adalah nilai-nilai yang didasarkan pada pilihan-pilihan personal. Suatu nilai menjadi berharga jika dinilai oleh seseorang. Pendidikan dapat memiliki nilai objektif, karena tanpa dinilai oleh manusia pun, pendidikan secara inheren adalah baik, siapa pun akan mengakui bahwa pendidikan adalah berharga. Akan tetapi pendidikan menjadi bernilai subjektif, jika baru berharga sebagai hasil penilaian manusia, atau karena manusia menilainya berharga.
  2. Beberapa orang menganggap bahwa niali bersifat absolute dan abadi jika nilai yang berlaku pada saat ini sudah valid sebagaimana pada masa lalu dan berlaku untuk setiap orang. Orang lain juga menyatakan bahwa nilai itu relatif sesuai dengan harapan dan keinginan-keinginan manusia. Keinginan-keinginan dan nilai-nilai berubah dalam merespon kondisi-kondisi sejarah baru, agama-agama baru, penemuan-penemuan baru dalam ilmu pengetahuan, perkembangan baru dalam teknologi dan lain sebagainya. Oleh karena itu, nilai dapat berasal dari pengalaman dan diuji oleh pengalaman dalam kehidupan masyarakat.
  3. Para idealis filosofi memahami bahwa ada hirarki yang baku pada nilai dalam hal ini nilai-nilai spiritual lebih tinggi dari nilai-nilai material. Sebab nilai spiritual menyadarkan kita pada tujuan utama hidup kita. Tetapi para pragmatis menolak adanya hirarki yang baku dalam nilai, bagi mereka satu aktivitas akan sama baiknya dengan aktivitas lain jika aktivitas tersebutmemuaskan kebutuhan penting dan memiliki nilai instrumental, tetapi mereka percaya yang lebih penting adalah menguji nilai-nilai secara empirik dari pada merenungkannya secara rasional. Dia percaya sebab ia berfikir bahwa semua nilai tertentu hanyalah alat untuk mendapatkan nilai yang lebih baik.
Ideologi- ideologi Pendidikan Konservatif
George Kneller berpendapat bahwa kehidupan yang baik dapat di ukur dalam ketaatan terhadap tolak ukur keyakinan dan sesuatu yang bersifat intuitif dan yang diwahyukan.konsevatisme pendidikan adalah istilah yang ganjil tetapi dianggap yang bisa mencakup seluruh corak konservatisme sosial yang pada dasarnya bersifat anti intelektual. Artinya bahwa para pendukung ideology tersebut ingin meminimalkan argumen filosofis serta cenderung untuk mendasarkan keyakinan mereka pada penerimaan yang relative tanpa kritik kebenaran yang diwahyukan atau kesepakatan sosial yang sudah mapan.
Bila di hubungkan pendidikan bahwa pada akhirnya kebenaran pada puncaknya bersifat metafisis dalam arti bahwa ia sangat abstrak dan memuat makna yang melampaui obyek-obyek apapun atau peristiwa manapun di dunia alamiah. Namun sikap religious berbeda dengan  tradisi sekuler terutama dalam hal pandangan mereka mengenai iman yang mendahului nalar. Dan nalar yang membenarkan atau meneguhkan iman dengan cara menurunkan sebuah kepastian intuitif dalam pewahyuan kebenaran. Dalam sudut pandang rasional iman tanpa nalar adalah salah.
 Dalam bukunya George F. Keneller ntuk para idealis, nilai dan etika adalah hal yang absolute. Kebaikan, kebenaran, dan keindahan tidak berubah secara fundamental dari satu generasi ke generasi atau dari satu lingkungan ke lingkungan lain. Dalam esensinya, mereka tetap tidak berubah. Mereka tidak dibentuk oleh manusia tetapi merupakan bagian alami dalam alam semesta. Siswa, dikatakan oleh kaum idealis, harus tangguh dalam menjalankan nilai dan menjalankan bagaimana tata cara hidup, hal ini dikarenakan para kaum idealios meletakkan siswa dalam keragaman jiwa yang lebih luas jika dibandingkan yang seharusnya. Siswa harus menyadari bahwa dorongan-dorongan untuk berbuat jahat tidak hanya ada pada dirinya sendiri, atau lingkungan masyarakat atau bahkan umat manusia secara keseluruhan, tapi ada pada jiwa sebenarnya dari alam semesta. Nilai-nilai yang dimiliki siswa menjadi nyata hanya pada besarnya hubungan nilai-nilai itu dengan akhir dari penyimpangan yang para guru sebenarnya bisa menghilangkannya. Sifat jahat dikatakan oleh para idealis sebenarnya adalah hal baik yang belum lengkap jika dibandingkan dengan hal positif secara utuh itu sendiri. Hal ini merupakan hasil dari tidak baiknya pengaturan dan kurangnya sistem yang baik yang ada di alam semesta.  
Ideologi-ideologi Liberal
William F. Oneil mengatakan Prinsip-prinsip pendidikan tertentu cenderung untuk mengalir secara logis keluar dari kedudukan-kedudukan filosofis mendasar. Prinsip-prinsip liberal dalam pendidikan:
1.Seluruh kegiatan yang bersifat relatif terhadap sifat-sifat dan isi pengalaman personal melahirkan pengetahuan personal. Pengalaman personal melahirkan pengetahuan personal dengan demikian merupakan keluaran dari pengalaman / perilaku personal sehubungan dengan sejumlah kondisi objektif tertentu .
2.Begitu subyektivitas artinya seluruh tindakan belajar yang punya arti penting cenderung untuk bersifat subyektif
3.Seluruh kegiatan yang belajar pada puncaknya mengakar pada keterlibatan dalam arti pengertian indrawi yang aktif.
Pengaruh liberal dalam pendidikan mengutamakan prestasi melalui proses persaingan antar murid. Menurut pandangan `Oneil positivisme menjadi dasar bagi pendidikan liberal. Dengan agenda liberal maka tidak memungkinkan bagi pendidikan menciptakan ruang bagi system pendidikan untuk secara kritis mempertanyakan tentang struktur ekonomi, politik, ideology, gender lingkungan serta hak asasi manusia. Selain dari pada itu kuatnya positivisme dalam pendidikan mempengaruhi pendidikan terhadap masyarakat. Metode yang dikembangkan pendidikan mewarisi positivism seperti obyektif, empiris tidak memihak dan bebas nilai juga berpengaruh pada pemikiran pendidikan.
Anarkhisme Pendidikan
Aliran ini menganggap bahwsa pengetahuan adalah sebuah keluaran sampingan alamiah dari kehidupan sehari-hari dan kepribadian individual merupakan sebuah nilai yang melempaui tuntutan –tuntutan masyarakat manapun. Menekankan pilihan bebas dan penetuan nasib sendiri dalam sebuah latar belakang sosial yang rasional dan positif. Oneil menyimpulkan bahwa anak-anak haruslah secara fundamental menentukan pilihannya sendiri.  Aturan-aturan umum yang diterapkan atas situasi  tertentu tidaklah terkait secara organis dengan tuntutan situasi itu. Tidakan moral tak pelak lagi merupakan keluaran sampingan dari kehidupan moral dalam sebuah masyarakat moral. Sekolah-sekolah hanya memerankan insidental dalam menentukan tingkah laku bermoral.

No comments:

Post a Comment